Sekolah Dasar

Minggu, 21 Juni 2015

Problem Solving dan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran IPS

1.      Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode Problem Solving
                     a.            Pengertian Problem Solving
Metode Problem Solving atau juga sering disebut dengan nama metode pemecahan masalah merupakan suatu cara yang dapat merangsang seseorang untuk menganalisis dan melakukan sintesisdalam kesatuan struktur atau situasi dimana masalah itu berada, atas inisiatif sendiri. Metode ini menuntut kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat atau relasi -relasi diantara berbagai data, sehingga dapat menemukan kunci pembuka masalahnya.Metode pemecahan masalah (Problem Solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Metode Problem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam metode Problem Solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan (Syaiful Bahri Djamarah 2006: 92). Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode Problem Solving merupakan suatu metode pemecahan masalah yang menuntut peserta didik untuk dapat memecahkan berbagai masalah yang ada baik secara perorangan maupun secara kelompok. Metode Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Karena dalam metode ini peserta didik dituntut untuk dapat memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Proses pembelajarannya menekankan kepada proses mental peserta didik secara maksimal, bukan sekedar pembelajaran yang hanya menuntut peserta didik untuk sekedar mendengarkan dan mencatat saja, akan tetapi meghendaki aktivitas peserta didik dalam berpikir.Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah kemampuan peserta didik dalam proses berpikir utuk memperoleh pengetahuan (Wina Sanjaya,2005: 133).
Sejalan  dengan  pendapat  yang  telah  disampaikan  oleh  Wina Sanjaya,   maka   dapat   disimpulkan   bahwa   pembelajaran   dengan menggunakan metode Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Karena metode tersebut menekankan pada kemampuan peserta didik untuk dapat memecahkan suatu  permasalahan.  Dengan  demikian  maka  kemampuan  berpikir kritis peserta didik akan terus terlatih.
                    b.            Ciri-ciri
Martinis  Yamin  (2009:  82-83)  mengemukakan  ciri-ciri  pokok metode Problem Solving adalah sebagai berikut:
1)  Siswa bekerja secara individual atau dalam kelompok kecil.
2) Tugas   yang   diselesaikan   adalah   persoalan   realistis   untuk dipecahkan.
3)  Siswa menggunakan berbagai pendekatan jawaban.
4)  Hasil pemecahan masalah didiskusikan antara semua siswa.
                     c.            Tujuan
Tujuan utama dari penggunaan metode Problem Solving tersebut antara lain:
1)    Mengembangkan kemampuan berpikir, terutama didalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini melatih peserta didik dalam cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah-langkah apabila akan memecahkan suatu masalah.
2)    Memberikan  kepada  peserta  didik  pengetahuan  dan  kecakapan praktis yang bernilai atau bermanfaat bagi keperluan hidup sehari- hari.  Metode  ini  memberikan  dasar-dasar  pengalaman   yang praktis mengenai bagaimana cara-cara memecahkan masalah dan kecakapan ini dapat diterapkan bagi keperluan menghadapi masalah-masalah lainnya didalam masyarakat.
Kesimpulan dari penjelasan diatas, tujuan utama dari metode Problem Solving yaitu agar peserta didik mampu berpikir secara kritis dalam menghadapi suatu masalah dalam kehidupannya, baik masalah pribadi maupun masalah kelompok, sehingga dapat menemukan jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Selain itu, diharapkan pula agar peserta didik mampu menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, sehingga dapat merangsang perkembangan cara berpikir dan kemampuan mereka.
                    d.            Langkah-langkah
Langkah-langkah  dalam  penggunaan  metode  Problem  Solving menurut Syaiful Bahri Djamarah sebagai berikut:
1)    Guru membagi kelas kedalam kelompok-kelompok kecil
2)    Guru membagikan  LKS  yang berisi permasalahan-permasalahan yang harus dipecahkan
3)    Peserta didik mencari data atau keterangandari berbagai sumber yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, misalnya buku, artikel, atau diskusikelompok.
4)    Menerapkan jawaban sementara dari masalah tersebut.
5)  Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini pesertadidik harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul- betul  yakin  bahwa  jawaban  tersebut  betul-betul  cocok,  apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai.
6)   Menarik    kesimpulan,    pesertadidik    harus    sampai    kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
7)    Mempresentasikan   hasil   jawaban   dari   persoalan   yang   telah dipecahkan.
                     e.            Kelemahan dan Kelebihan
Metode Problem Solving mempunyai kelebihan dan  kelemahan sebagai berikut:
1)  Kelebihan Metode Problem Solving:
a)  Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
b) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan peserta didik menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan didalam kehidupan nyata.
c) Mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam rangka memahami bahan ajar.
d)  Memberikan tantangan kepada peserta didik, dan mereka akan merasa puas dari hasil penemuan baru itu.
e)  Dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam belajar.
f)   Dapat membantu peserta didik mengembangkan ketrampilan berpikir kritis  dan  kemampuan mereka  mengadaptasi  situasi pembelajaran baru.
g) Pemecahan masalah membantu peserta didik mengevaluasi pemahamannya dan mengidentifiksikan alur berfikirnya.
2)  Kekurangan Metode Problem Solving:
a)  Memerlukan kemampuan khusus dan ketrampilan guru dalam menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikirpeserta didik, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik.
b)  Proses  belajar  mengajar  dengan  menggunakan  metode  ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
c) Mengubah   kebiasaan   peserta   didik   belajar   dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi peserta didik.
d)  Ketika   peserta   didik   bekerja   dalam   kelompok,   mudah kehilangan  kemampuan  dan  kepercayaan,  karena didominasi oleh yang mampu e)  Beberapa peserta didik mungkin memiliki gaya belajar yang tidak familiar untuk digunakan dalam pemecahan masalah (Martinis Yamin, 2009: 83-84).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode Problem Solving yaitu dapat melibatkan peserta didik  dalam  proses  pembelajaran,  sehingga  pembelajaran  akan lebih bermakna karena peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, selain itu metode ini juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, karena mereka akan terbiasa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang menuntut  untuk  dipecahkan.  Namun  disisi  lain  metode ini  juga memerlukan banyak waktu dalam pengaplikasiaanya.
2.      Pendekatan Konsep Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran IPS
2.1  Hakikat Pendekatan STM
STM merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan pendekatan STM adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya (Iskandar: 1996).
IPS adalah salah satu bidang studi yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial, seperti geografi, ekonomi, sejarah, politik, sosiologi, dan antropologi. Pada pengajaran IPS selalu didominasi oleh proses pembelajaran yang menggunakan buku literatur. Sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa pengajaran IPS hanya menghafal konsep dan tidak bermakna, tidak relevan dengan apa yang dihadapi siswa dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat.
Melalui proses pembelajaran STM akan mengantarkan siswa untuk melihat ilmu sebagai dunianya, siswa akan mengenal dan memiliki pengalaman sebagaimana yang pernah dialami oleh seorang ilmuwan. STM dengan teknologinya berusaha menjembatani antara ilmu dan masyarakat. Penerapan ilmu sudah saatnya terus dikembangkan agar apa yang diperoleh di bangku sekolah tidak lagi hanya sebatas pengetahuan yang sulit dipahami karena hanya berupa konsep-kosep abstrak, sehingga sulit diterapkan di dalam masyarakat.
Menurut Yager (Arnie Fajar.2002:27), secara umum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki karakteristik, sebagai berikut:
1)      Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.
2)      Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.
3)      Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4)      Penekanan pada keterampilan proses, dimana siswa dapat menggunakannya dalam memecahkan masalah.
5)      Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi.
6)      Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak kepada masyarakat di masa depan.
7)      Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa pendekatan STM dilandasi oleh dua hal penting, yaitu:
1)      Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat yang dalam pembelajarannya menganut pandangan konstruktivisme, yang menekankan bahwa si pembelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan, dan
2)      dalam pembelajaran terkandung lima ranah, yaitu pengetahuan, sikap, proses, kreativitas, dan aplikasi.
2.2  Pendekatan STM dan Kaitannya dengan IPS
William H. Cartwright (Arnie fajar, 2002:36) menyatakan bahwa ilmu alam dan ilmu sosial mempunyai kaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Pengaruh kemajuan ilmiah dan teknologi, pertanian, kesehatan, dan perang juga berpengaruh terhadap masyarakat, inipun juga merupakan fenomena sosial.
Pada awalnya pendekatan STM ini diperuntukkan bagi mata pelajaran IPA, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya dikembangkan untuk mata pelajaran IPS. Dengan alasan, banyak sekali isu-isu atau masalah-masalah yang menarik di dalam kehidupan masyarakat dan sangat dekat dengan kajian IPS.
Untuk mengatasai isu atau masalah yang timbul di masyarakat tersebut, siswa dapat mengaplikasikan konsep pendidikan STM yang telah dipelajari. Sangat dimungkinkan dalam prosesnya terdapat keterkaitan dengan aplikasi konsep IPA. Perkembangan sains dan teknologi dapat menimbulkan perubahan masyarakat. Seperti analisis yang dilakukan oleh Mead, bahwa perubahan masyarakat itu diakibatkan oleh masuknya pengaruh asing yang berupa teknologi. Masuknya teknologi dalam masyarakat ternyata tidak hanya mengubah kondisi kehidupan masyarakat, tetapi juga dapat merubah cara hidup manusia dalam masyarakat tersebut. (Mead. 1962:288).
Sains dan teknologi sangat erat hubungannya dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat menuntut adanya berbagai inovasi dalam bidang sains dan teknologi yang mengarah pada seluruh aspek kehidupan manusia. Dunia teknologi sudah mengambil skala dunia dan semakin menyatu dengan totalitas ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan militer (Mangunwijaya;1983).
Dengan demikian antara sains, teknologi, dan masyarakat terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Sains dan teknologi dihasilkan oleh dan untuk masyarakat, perkembangan sains dan teknologi ditentukan oleh dinamika kehidupan masyarakat, sebaliknya masyarakat dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi.
IPS dapat dijadikan media dalam memberikan pemahaman tentang sains dan teknologi dalam kehidupan manusia. Peran IPS disini bukan sebagai pencetak ilmuwan, melainkan lebih mengutamakan pada berpikir bagaimana menghadapi dampak sosial sebagai akibat perkembangan dan penerapan sains dan teknologi. Hal ini diperlukan agar masyarakat dapat menerima berbagai hasil sains dan teknologi disertai dengan pemahaman yang cukup. Pada akhirnya diharapkan mereka dapat menerima hasil teknologi tanpa disertai gejolak-gejolak sosial, bahkan dapat digunakan untuk kemajuan masyarakat itu sendiri.
Agar pelaksanaannya pembelajaran dengan pendekatan STM dapat berhasil dengan baik, maka sebagai seorang guru kiranya penting untuk mengetahui tahap-tahapnya. Adapun tahap-tahap implementasi pendekatan STM dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1)      Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi) yang mengemukakan isu/masalah actual yang ada di masyarakat.
2)      Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen, dan diskusi.
3)      Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasar konsep yang telah dipahami siswa.
4)      Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.
5)      Tahap evaluasi, dapat berupa evaluasi proses maupun evaluasi hasil.

3.      Alternatif Strategi untuk Mengembangkan STM dalam Pengajaran IPS
Richard C. Remy mengutip gagasan Philip Heath yang memaparkan alternatif pendekatan atau strategi mengembangkan STM dalam pengajaran IPS sebagai berikut.
  1. Infusi STM ke dalam mata pelajaran yang ada. Mata pelajaran yang mendasari pengajaran IPS, seperti Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi, Tata Negara, dan Sejarah memberi peluang untuk pembelajaran konsep STM. Keuntungannya adalah meningkatkan integritas dan koherensi kurikulum yang ada sehingga model pembelajaran ini dapat diterima sebagai bagian dari misi sekolah. kelemahannya adalah sulit memilih materi apa saja yang dibuang dari mata pelajaran tersebut agar konsep STM masuk dalam mata pelajarn tersebut.
  2. Perluasan mata pelajaran yang ada. Topik-topik atau materi STM dapat ditambahkan pada mata pelajaran yang sudah ada atau materi IPS tradisional. Keuntungannya: peluang untuk mengkaji materi STM secara mendalam dengan mencari kesempatan bagaimana dan kapan menampilkan materi STM. Kelemahannya: keterbatasan serta pembahasan yang diaangkat atau dibicarakan dari topik-topik STM yang sederhana.
  3. Pembuatan mata pelajaran yang baru. Memisahkan STM sebagai mata pelajaran tersendiri, seperti di Australia dam Amerika. Di Indonesia kajian STM belum  diberikan secara khusus sebagai mata pelajaran tersendiri melainkan bersifat sisipan pada mata pelajaran tertentu. Keuntungannya: adanya kesempatan untuk mengembangkan kajian secara terkait antara ilmu, teknologi, dan masyarakat secara mendalam dan berkelanjutan.

Menurut Heath (1990), ada empat ciri program integral STM dalam IPS, yaitu:
  1. Hasilnya dinyatakan secara jelas. Tujuan yang relevan dalam pembelajaran STM adalah melek ilmu dan teknologi; membuat keputusan rasional untuk penelitian dan pemecahan masalah krusial masa kini dan masa datang; kemampuan melakukan pemahaman terhadap informasi sejumlah disiplin dan menerapkannya sesuai dengan kondisi masyarakat; memahami bahwa kemajuan ilmu dan teknologi merupakan bagian integral warisan masyarakat terdahulu, dan sadar akan semakin banyak pilihan untuk berkarir dalam bidang ilmu dan teknologi.
  2. Mengembangkan organisasi yang efektif. Memberi kemungkinan melakukan seleksi terhadap isi, proses, tujuan, aktivitas belajar, dan bahan pelajaran yang dapat ditempuh sehingga dapat membedakan dari mata pelajaran yang tidak memuat konsep-konsep STM. Pengorganisasian pembelajaran strategi ini meliputi: dapat menjelaskan isu-isu dan identifikasi kejaadian untuk pengambilan keputusan; pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan dengan nilai; pertimbangan alternatif tindakan dan akibat-akibatnya; identifikasi tindakan; dan rencana tindakan.
  3. Sistem dukungan. Diperlukan dukungan baik guru maupun pihak tata usaha di sekolah tersebut. Diperkuat dengan keterlibatan pihak swasta dan pemerintah serta partisipasi guru dan sekolah pada tingkat provinsi maupun nasional. Dukungan aktif dan berkesinambungan dari ilmu lain dan tenaga administratif sekolah dapat mengembangkan dan mempertahankan program STM yang berkualitas.
  4. Strategi instruksional. Adanya peran siswa dalam memadukan pembelajaran STM ke dalam IPS, siswa berpartisipasi dalam semua tahap pembelajaran meliputi perencanaan, pembelajaran, evaluasi, muapun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.