Sekolah Dasar

Sabtu, 17 Mei 2014

Implikasi Keragaman Peserta Didik terhadap Pengajaran IPS



A.    Pengertian Anak Didik
Anak didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok anak didik umumnya merupakan ssosok anak yang membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat tumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan, ia adalah sosok yang selalu mengalami perkembangan sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar (Sutari Imam Barnadib, 1995; dalam buku Ilmu Pendidikan, Dwi siswoyo dkk. 2007). Istilah peserta didik pada pendidikan formal atau sekolah jenjang dasar dan menengah dikenal dengan nama anak didik atau siswa.
Anak didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Anak didik masih dalam kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri dan serba kekuramgan dibanding orang dewasa, namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan.
Beberapa hakikat anak didik dan implikasinya terhadap pendidikan, yaitu:
1.      Anak didik bukan merupakan miniature orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
2.      Anak didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.      Anak didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4.      Anak didik adalah makhluk Tuhan yang memiliki perbedaan individual.
5.      Anak didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.      Anak didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

B.     Implikasi Keragaman Pendidikan Anak Terhadap Pengajaran IPS
Untuk dapat menghadapi bahan belajar dengan baik, siswa dituntut menunjukan adanya perhatian. Perhatian seseorang terhadap sesuatu tampak dari gerak-geriknya. Misalnya hal itu tampak dari bagaimana ia melihat benda yang dihadapinya. Dengan perkataan lain perhatian akan tampak dari cara bagaimana ia “menghadirkan” dirinya terhadap sesuatu. Sebagai contoh apabila seorang guru sedang berdiskusi dengan siswa-siswanya tentang sesuatu masalah diharapkan semua peserta diskusi menghadirkan diri masing-masing untuk memecahkan masalah. Apabila terjadi yang demikian maka kita dapat menyatakan bahwa mereka menaruh perhatian dalam diskusi. Akan tetapi apabila beberapa peserta berbicara dengan temannya tentang hal lain kita katakan mereka tidak memperhatikan terhadap apa yang sedang dihadapi. Parhatian tertuju pada sesuata yang tetentu, tidak bersifat menyebar tak terbatas.
Perhatian menjadi titik awal yang mengarah pada belajar. Perhatian menjadi prasyarat dalam belajar. Dengan adanya perhatian si pelajar akan menghadirkan diri dan mereaksi sedemikian rupa terhadap stimulus. Dengan demikian terjadilah peristiwa belajar, walaupun mungkin tidak disadari sepenuhnya. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan peristiwa berkesinambungan selama kita sadar dan mereaksi terhadap setiap stimulus. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa belajar akan terjadi selama seseorang memperhatikan apa yang dihadapinya.
Perhatian bukanlah belajar, namun dengan belajar akan timbul ketertarikan oleh sesuatu yang dihadapi. Dengan demikian perstiwa belajar diharapkan dapat terjadi. Maka ada penulis yang beranggapan bahwa perhatian dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum. Namun perlu diingat bahwa yang dijadikan acuan bukan perhatian siswa pada masa anak. Sebaliknya, yang dapat dijadikan acuan ialah perhatian yang “baru” diarahkan. Apabila perhatian masa anak-anaknya yang dijadikan acuan berarti mengacu pada perhatian yang masih terbentuk, masih sempit dan masih aneh. Oleh karena itu, perhatian yang menjadi acuan adalah yang sudah mendapat warna dari pengaruh pendidikan di sekolah.
Pada umumnya perhatian anak-anak masih belum dapat bertahan lama. Oleh karena itu guru seyogyanya mampu membangkitkan perhatian siswa. Hal ini mungkin dicapai dengan jalan penngalan waktu di SD tidak terlalu panjang. Disamping itu peristiwa belajar diusahakan cukup bervariasi. Yang lebih penting adalah perlu diusahakan supaya sajian dapat menarik siswa. Guru dituntut bukan hanya berupaya mengarahkan perhatian siswa agar tetep terjaga, melainkan juga tetap mengarahkan perhatian siswa kepada hal-hal pokok. Kenyataannya perhatian siswa SD, terutama kelas rendah hanya dapat bertahan singkat, berarti dalam waktu tertentu perhatian mereka terarah pada banyak hal. Perhatain anak juga mudah beralih. Perhatian mereka tidak mudah terarah pada suatu pokok saja. Akibatnya hanpir sama dengan daya tahan perhatian anak. Hal ini selanjutnya berarti bahwa dalam jangka waktu tertentu anak-anak dapat tetarik pada banyak hal. Dalam waktu tertentu perhatian mereka berpindah-pindah.
Selanjutnya ada sifat anak yang perlu mendapat perhatian kita. Pada umumnya anak-anak tertarik cara kerja benda-benda. Hal ini tidak mengherankan karena umumnya anak tetarik oleh sesuatu yang bergerak. Akibatnya selanjutnya ialah anak ingin mengetahui sebab terjadinya sesuatu. Yang juga berarti mereka ingin tahu bagaimana timbulnya sesuatu, yang membawa anak tertarik kepada sejarah timbulnya sesuatu. Oleh kerena itu dalam batas tertentu mereka tertarik oleh sesuatu yang berjauhan juga. Jauh dalam arti jarak maupun dalm arti waktu, ialah sesuatu yang jauh dan tentang zaman lampau.
Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa anak hidup dalam dunia yang beragam dan imaginatif. Agaknya sifat IPS yang terpadu dengan pendekatan multi atau interdisipliner dapat mewadahi keragaman perhatian anak. Bahan belajar dalam IPS cukup beragam. Yang mungkin sulit ditangani ialah supaya bahan yang beragam itu dapat lebih “hidup”. Artinya supaya para siswa ditangani untuk mencurahkan perhatian mereka terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat secara luas.

C.     Implikasi Perkembangan Anak Terhadap IPS
Walaupun teori perkembangan Piaget dikembangkan berdasarkan hasil pengamatannya pada anak-anak di Barat, tetapi sebagai acuan dapat juga dipertimbangkan. Menurut Piaget, tingkat perkembangan kognitif anak melalui empat tahap. Anak usia sekitar 7 tahunan sampai 11 tahunan tergolong ke dalam masa operasi konkret. Jadi tingkat inilah yang terpenting ditelaah. Di bawah ini dicantumkan keempat tingkat perkembangan anak dan cirri-ciri umumnya.
1.      Sensorimotor ( sampai umur 2 tahun ).
Anak-anak mempelajari seperti apa benda-benda melalui alat inderanya (rabaan, perasaan, pengecap, penciuman dan pendengaran. ).
2.      Preoperasional ( 2 – 7 tahun ).
Pada tingkat ini anak secara berangsur dapat memikirkan lebih dari satu benda dalam waktu yang bersamaan. Mereka mulai menguasai lambang-lambang yang memungkinkan manipulasi secara mental. Akan tetapi penalaran masih sangat dipengaruhi oleh persepsi. Pemakaian bahasa masih egosentrik, kata-kata mempunyai makna yang khas. Karena itu kemampuan mereka untuk memandang pendapat orang lain terbatasi.
3.      Operasional konkret (7 – 11 tahun ).
Anak-anak telah mampu memikirkan lebih dari satu benda pada saat bersamaan dan dapat memahami bahwa benda yang berbeda bentuknya mempunyai volume sama. Juga anak mampu mengembalikan bentuk bulat menjadi bentuk asal, misalnya bulat panjang.akan tetapi pemikirannya masih terbatas mengenai benda yang konkret, dan akan kesulitan apabila menggenerasikan lebih dari satu.
4.      Operasional formal (11 tahun ke atas ).
Anak-anak telah mampu memandang benda yang hipotetis, benda yang sebenarnya tidak ada tetapi merupakan abstraksi mental. Anak-anak bertambah kemampuannya untuk berfikir secara proporsional dan membentuk hipotesis.
Anak usia Sekolah Dasar berkisar antara 6 sampai 12 tahun. Dengan demikian sebagian besar anak-anak tersebut tergolong ke dalam tingkat operasi konkret. Di kelas 1 masih pada tahap preoperasional. Sedangkan anak kelas 5 sudah mulai mencapai tingkatan operasi formal. Oleh karena IPS diikuti sejak kelas 3 sampai kelas 6 maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya anak-anak yang mengikuti pembelajaran IPS telah mencapai operasi formal.
Yang perlu dicatat ialah setiap anak pasti melalui tahap-tahap perkembangan kognitif. Jadi dalam merancang embelajaran IPS, guru perlu memperhatikan hal tersebut. Apa yang telah diuraikan di atas seyogyanya menjadi dasar pertimbangan dalam:
·         Pemilihan isi bahan belajar mulai dari fakta, konsep, generalisasai dan teori sampai pada kedalaman dan keluasan yang cocok untuk anak.
·         Tata urutan bahan belajar yang ditata berdasarkan perkebangan kemapuan anak.
·         Strategi pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar