BAB II
PEMBAHASAN
1.
Konsep-konsep
Koreografi
Koreografi (atau "rancangan tari",
berasal dari bahasa Yunani "χορεία", "tari" dan
"γραφή", "menulis") disebut juga sebagai komposisi tari
merupakan seni membuat/merancang struktur ataupun alur sehingga menjadi suatu
pola gerakan-gerakan. Istilah komposisi tari bisa juga berarti navigasi atau koneksi atas struktur
pergerakan. Hasil atas suatu pola gerakan terstruktur itu disebut pula sebagai
koreografi. Orang yang merancang koreografi disebut sebagai koreografer.
Istilah koreografi pertama dikenal
dalam kamus bahasa Inggris Amerika seputar tahun 1950-an. Sebelum istilah ini muncul,
penamaan yang umum digunakan di film-film menyebutkannya sebagai "Ensembel
pementasan oleh", "Tarian", "Pengarah Tari",
"Pementasan tarian oleh", "Musical Numbers Directed by",
atau "Musical Numbers Staged and Directed by". Koreografer seringkali
melakukan improvisasi untuk mencari hal-hal (gerakan maupun aksesori) yang
paling sesuai dengan musik yang dimainkan.
Meskipun biasanya digunakan di
bidang seni tari, koreografi juga digunakan dalam berbagai
bidang lain seperti:
- Aksi tarung di panggung
- Gimnastik
- Ski
- Pemandu sorak
- Marching band
- Opera
Dan banyak aktivitas lain yang melibatkan aksi pergerakan
manusia juga memanfaatkan koreografi.
Dalam
menata tari, sangat banyak istilah yang perlu diketahui. Diantaranya yang
sering kita dengar adalah:
A.
Eksplorasi
Proses
pencarian, termasuk berpikir, berimajinasi, merasakan dan meresponsikan segala sesuatu yang telah terkonsep sebelumnya.
Di dalam koreografi, proses eksplorasi biasanya digunakan untuk menyebut
kegiatan pencarian gerak.
B.
Improvisasi
Ditandai
dengan adanya spontanitas. Gerakan yang dihasilkan mengalir begitu saja terjadi
dengan mudah, dan setiap gerakan baru dapat menimbulkan gerakan lain yang dapat
memperluas dan mengembangkan pengalaman. Gerakan yang dihasilkan dari
improvisasi biasanya tidak dapat diulang kembali.
C.
Komposisi
Proses
pemilihan, pengintegrasian, serta penyatuan dari gerak-gerak yang telah dihasilkan
menjadi sebuah bentuk. Kesatuan yang terbentuk ini disebut tari.
D. Punyusunan
Merupakan kegiatan
untuk merangkai seluruh aspek komposisi yang telah dihasilkan dari kegiatan
eksplorasi dan improvisasi. Kegiatan pada tahap ini bisa dilakukan di dalam
atau di luar studio, biasanya disesuai dengan keinginan koreografer dan
karakteristik kegiatannya.
E.
Koreografi Lingkungan
Hakekat
seni sesungguhnya adalah memanusiakan manusia. Koreografi sebagai salah satu
bidang seni, tentunya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan manusia. Artinya
adalah, proses penciptaan tari harus dikembalikan kepada fungsinya bagi
manusita itu sendiri. Sebuah karya koreografi adalah sebuah produk ciptaan
manusia yang digunakan untuk berinteraksi baik dalam hubungannya dengan Tuhannya,
dengan alam sekitar, dan manusia lainnya. Jadi sebuah keprihatinan apabila
sebuah karya koreografi hanya berfungsi sebagai tontonan semata dan mengabaikan
hakekatnya seperti yang kita dapati dalam berbagai pertunjukan.
Berdasarkan
uraian di atas, muncul sebuah konsep baru di dalam penciptaan seni pertunjukan.
Konsep baru ini disebut dengan koreografi lingkungan. Koreografi lingkungan
adalah proses penciptaan tari yang menitikberatkan pada kepedulian terhadap
lingkungan, hasil akhirnya adalah sebuah karya seni yang dapat kita
jadikan berisi nilai-nilai tentang
lingkungan yang dapat kita jadikan renungan dan penyadaran.
Konsep
ini dikemukakan pertama kali oleh Prof. Sardono W. Kusumo, salah satu maestro
tari Indonesia, yang karya-karyanya diakui oleh dunia. Dan sekarang konsep ini
banyak dipelajari, dipakai dan dikembangkan oleh beberapa Perguruan Tinggi Seni
di Indonesia.
Materi
yang diangkat menjadi tema pada koreografi lingkungan ini bisa keindahan alam
sebagai pendukung dari nilai estetis karya koreografinya, ada yang berupa
keprihatinan terhadap masalah-masalah dan kerusakan yang terjadi di lingkungan,
ada juga yang menitikberatkan pada nilai historis dari sebuah tempat, atau juga
ada yang berangkat dari adat turun-temurun di suatu tempat.
Salah
satu contoh bentuk koreografi lingkungan adalah “Hutan Plastik” karya Sardono
W. Kusumo. Karya ini mengangkat isu tentang penggundulan hutan sekaligus juga
isu tentang serbuan barang-barang yang terbuat dari plastic di sekitar kita.
Plastic adalah barang yang tidak bias didaur ulang oleh alam. Sehingga melalui
karya ini koreografer mengajak kita untuk berpikir, membayangkan hutan yang
gundul yang kemudian digantikan oleh tumpukan plastik.
Karya
lainnya adalah “Tatto Totem Parangtritis” oleh Bernadhetta ‘Kinting’ Sri
hanjati. Koreografi ini mengangkat keindahan alam pantai Parangtritis untuk
mengangkat estetika tat arias dan busana juga body painting yang disajikan. Dipentaskan tanggal 27 & 28 Juni
2004 di pantai Parangtritis.
Selain
contoh di atas, masih banyak contoh-contoh karya dengan konsep koreografi
lingkungan. Singkatnya, dengan menciptakan karya-karya koreografi lingkungan,
maka kita akan melakukan sesuatu yang berguna bagi diri kita sendiri, orang
lain dan lingkungan kita
2.
Membangun
ekspresi melalui koreografi
Kualitas koreografi sangat dipengaruhi oleh unsur penting yaitu pertama, kualitas penata(koreografer)
dan peraga(penari). Kedua, kualitas proses pembuatan. Ketiga, pengamat
(penonton) yang akan mempengaruhi kualitas penghargaan atau apresiasi. Jika
ketiga unsur tersebut tidak digarap dengan baik, maka dalam koreografi tersebut
tidak akan muncul roh yang kuat. Kelemahan pada proses koreografi, biasanya terdapat pada
kurangnya kesadaran dalam mengegola aktivitas proses kreativ, gagasan, waktu,
materi, dan sebagainya.
Pengamat dan penonton merupakan elemen pertunjukan yang tidak
dapat ditinggalkan. Di beberapa daerah telah terjadi kurangnya minat masyarakat
yang berkehendak untuk membangun system penghargaan atau apresiasi yang baik
terhadap perkembangan koreografi kita. Hal ini diantaranya disebabkan adanya
perkembangan system nilai dan kepentingan dalam masyarakat. Idealisme seniman
kadang juga sebagai penyebab kurang pedulinya masyarakat terhadap perkembangan
koreografi. Selain itu belum lahir kritikus tari yang mampu menghantarkan masyarakat untuk mengapresiasi
karya-karya tari yang ada.
Bila
ditinjau secara umum ada 3 elemen estetik yang sangat dominan dalam koreografi.
Ketiga elemen ini tidak dapat hadir dalam satu-kesatuan yang terpisah antara
satu dan lainnya, yaitu Tenaga , Ruang, dan Waktu. Aspek tenaga, merupakan
kualitas estetis gerak tari ditentukan oleh mengalir dan terkontrolnya
kekuatan; sedangkan ruang, merupakan kualitas yang dapat hadir dari seorang
koreografer dalam membatasi atau mengontrol ruang dengan cara yang khas; dan
waktu, yang secara spesifik merupakan perwujudan ritme dalam sebuah koreografi
mempunyai peran yang sangat kuat dalam mengorganisir elemen lainnya.
Selain
menyangkut ke-3 elemen estetik seperti yang disebut di atas, dalam memproses
sebuah karya kita
tidak dapat pula melepaskan kesadarannya terhadap pesoalan yang sangat melekat
dengan karya itu sendiri, yakni: isi, teknik, dan bentuk.
· Isi
adalah segala macam motivasi atau tema yang menjadi sumber garap dari sebuah
karya.
· Teknik,
merupakan cara-cara yang diperlukan untuk membangun hadirnya bentuk yang
ekspresif sesuai dengan keinginan seorang koreografer
· Bentuk,
adalah organisasi dari seluruh kekuatan sebagai hasil dari struktur internal
dari tari. Ciri khas dari bentuk ini biasanya berwujud kesatuan, variasi
kontinuitas atau kesinambungan, dan klimaks atau puncak dalam membangun awal
sampai penyelesaian.
Hal
lain yang menyangkut tentang sebuah proses koreografi adalah tindak untuk
melakukan proses kreatif. Di sini seorang koreografer benar-benar dituntut
mampu mengorganisir seluruh aktivitas kreatif dari menyangkut persoalan teknis
hingga non-teknis, dari mengelola bahan sampai membangun imajinasi, dan
sebagainya.
3. Dasar-dasar
Komposisi
Untuk
membangun kesadaran terhadap kegiatan penyususnan koreografi ini, ada
beberapahal yang perlu diketahui, diantaranya adalah:
a. Membangun
isi sebagai landasan isi atau tema garapan.
b. Desain
Atas adalah suatu desain yang terbangun dalam ruang diatas lantai
c. Desain
Lantai adalah semua desain yang terlitas di lantai pentas atau sering pula
disebut dengan pola lantai, menggambarkan letak serta garis perpindahan
seluruh penari di atas panggung.
d. Desain
Dramatik adalah sebuah desain yang terbangun atas rangkaian rangkaian alur
dramatik, mulai dari awal pertunjukan, perkembangan sampai menuju pada klimaks
atau bahkan penyelesaian akhir.
e. Desain
Musik yakni pola ritmis yang terbangun atas hadirnya musik sebagai pengiring.
f. Dinamika
adalah sustu cabang mekanis yang dapat menghadirkan kesan hidup.
g. Tema
adalah segala sesuatu yang dapat membangun lahirnya gerak atau tarian, bisa
dikata pula berkaitan dengan isi yang terkandung dalam tarian.
h. Desain
Kelompok, yaitu suatu pola penyusunan koreografi kelompok (yang ditarikan lebih
dari 3 orang) dengan pertimbangan kesatuan, keseimbangan, terpecah,
selang-seling, dan bergantian.
i.
Semua
aspek yang dapat mendukung hadirnya keindahan dalam pertunjukan tari, missal:
penari, tata lampu, setting, porperti, sampai pada kesadaran management
produksinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar