BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Metode Struktural Analisis Sintesis (SAS)
Metode SAS merupakan
singkatan dari “Struktural Analitik Sintetik”. Metode SAS merupakan salah satu
jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran MMP bagi siswa
pemula.
Pembelajaran MMP dengan
metode ini mengawali pembelajarannya dengan dua tahap, yakni menampilkan dan
memper-kenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur
yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk
mem-banguan konsep-konsep “kebermaknaan” pada diri anak. Akan lebih baik jika
struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode
ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si pembelajar
itu sendiri. Untuk itu, sebelum kegiatan belajar-mengajar (KBM) MMP yang
sesungguhnya dimulai, guru dapat melakukan pra-KBM melalui berbagai cara.
Sebagai contoh, guru dapat memanfaatkan gambar, benda nyata, tanya jawab
in-formal untuk menggali bahasa siswa. Setelah ditemukan suatu struktur kalimat
yang dianggap cocok untuk materi MMP dimulai dengan pengenalan struktur
kalimat.
Kemudian, melalui
proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh
dijadikan tonggak dasar untuk pembelajaran membaca permulaan ini diuraikan ke
dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses
penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga sampai pada wujud
satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf.
Dengan demikian, proses penguraian/pengalisisan dalam pembelajaran MMP dengan
metode SAS, meliputi:
a.
Kalimat menjadi
kata-kata
b.
Kata menjadi
suku-suku kata
c.
Suku kata
menjadi huruf-huruf.
Metode SAS ini
bersumber dari ilmu jiwa Gestalt, suatu aliran dalam ilmu jiwa totalitas yang
timbul sebagai reaksi atas ilmu jiwa unsuri. Psikologi Gestalt menganggap
segala penginderaan dan kesadaran sebagai suatu keseluruhan. Artinya,
keseluruhan lebih tinggi nilainya daripada jumlah bagian masing-masing. Jadi,
pengamatan pertama atau penglihatan orang-orang atas sesuatu bersifat
menyeluruh atau global.
B.
Landasan Metode SAS
Pengembangan metode SAS
dilandasi oleh filsafat strukturalisme, psikologi Gestalt, landasan pedagogik,
dan landasan kebahasaan (Subana, tanpa tahun : 178-180)
a.
Landasan
Filsafat Strukturalisme
Filsafat strukturalisme merumuskan bahwa
segala sesuatu yan ada di dumia merupakan suatu struktur yang terdiri atas
berbagai kompomnen yag terorganisasikan secara teratur. Setiap komponen terdiri
atas bagian yang kecil, yang satu dan lainnya saling berkaitan. Karena
merupakan suatu sistem yang berstruktur, maka bahasa sesuai dengan pandangan
dan prinsip strukturalisme.
b.
Landasan
Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt merumuskan bahwa
menulis adalah mengenal sesuatu di luar dirinya melalui bentuk keseluruhan (totalitas).
Penganggapan manusia terhadap sesuatu yang berada di luar dirinya mula-mula
secara global, kemudian mengenali bagian-bagiannya, makin sering seseorang
mengamati suatu bentuk, makin tampak pula dengan jelas bagian-bagiannya.
Penyandaran manusia atas bagian-bagain dari totalitas bentuk itu merupakan
proses analisis-sintesis. Jadi, proses analisis-sintesis dalam diri manusia
adalah proses yang wajar karena manusia memiliki sifat melek (ingin tahu)
c.
Landasan
Pedagogis
Landasan pedagogis
meliputi:
1.
Mendidik adalah
membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya serta
pengalamannya. Artinya, dalam membelajarkan murid, guru harus mampu membimbing
siswa untuk mengembangkan kedua potensi itu, khususnya dalam aspek bahasa dan
kebahasaan.
2.
Membimbing murid
untuk menemukan jawaban dalam memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan
prinsip metode SAS yang mengemukakan bahwa mendidik pada dasarnya
mengorganisasikan potensi dan pengalaman siswa.
d.
Landasan
Linguistik
Secara totalitas,
bahasa adalah tuturan dan bukan tulisan. Fungsi bahasa adalah alat komunikasi
maka selayaknya bila bahasa itu berbentuk percakapan. Bahasa Indonesia
mempunyai struktur tersendiri. Unsur bahasa dalam metode ini adalah kalimat.
Karena sebagiain besar penutur bahasa adalah penutur dua bahasa, yaitu bahasa
ibu dan bahasa Indonesia, penggunaaan metode SAS dalam membaca dan menulis
permulaaan sangat tepat digunakan. Pembelajaran yang dianjurkan adalah analisis
secara normatif, artinya murid diajak untuk membedakan penggunaan bahasa yang
salah dan yang benar, serta membedakan bahasa baku dan bahasa nonbaku.
C.
Kebaikan Metode SAS
Melihat prosesnya,
tampaknya metode SAS merupakan campuran dari metode-metode MMP seperti yang
telah kita bicarakan di atas. Oleh karena itu, penggunaan metode SAS dalam
pengajaran MMP pada sekolah-sekolah kita di tingkat SD pernah dianjurkan,
bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh pemerintah.
Beberapa manfaat yang
dianggap sebagai kelebihan dari metode ini, di antaranya sebagai berikut.
a.
Metode ini
sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa
terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk
oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata, kata, dan
akhirnya fonem (huruf-huruf).
b.
Metode ini
mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, penga- jaran akan
lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan
diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan
pemahaman anak.
c.
Metode ini
sesuai dengan prinsip inkuiri. Murid mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan
hasil temuannya sendiri. Dengan begini, murid akan merasa lebih percaya diri
atas kemampuannya sendiri, sikap seperti ini akan membantu murid dalam mencapai
keberhasilan belajar.
D.
Prinsip Pengajaran dengan Metode SAS
Ada beberapa
prinsip-prinsip dalam pembelajaran menggunakan metode SAS. Prinsip tersebut
adalah :
a.
Kalimat adalah
unsur bahasa terkecil sehingga pengajaran dengan menggunakan metode ini harus
dimulai dengan menampilkan kalimat secara utuh dan lengkap berupa pola-pola
kalimat dasar.
b.
Struktur kalimat
yang ditampilkan harus menimbulkan konsep yang jelas dalam pikiran/pemikiran
murid. Hal ini dapat dilakukan dengan menampilkannya secara berulang-ulang
sehingga merangsang murid untuk mengetahui bagian-bagiannya.
c.
Adakan analisis
terhadap struktur kalimat tersebut untuk unsur-unsur struktur kalimat yang
ditampilakan.
d.
Unsur-unsur yang
ditemukan tersebut kemudian dikembalikan pada bentuk semula (sintesis). Pada
taraf ini, murid harus mampu menemukan fungsi setiap unsur serta hubungannya
satu dan lain sehingga kembali terbentuk unsur semula.
e.
Struktur yang
dipelajari hendaknya merupakan pengalaman bahasa murid sehingga mereka mudah
memahami serta mampu menggunakannya dalam berbagai situasi.
E.
Langkah-langkah pembelajaran Membaca Permulaan Tanpa
Buku
a.
Merekam bahasa
murid
Bahasa yang digunakan di dalam
percakapan mereka direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan. Karena bahasa
yang digunakan sebagai bacaan adalah ba-hasa murid sendiri maka murid tidak
akan mengalami kesulitan.
b.
Menampilkan
gambar sambil bercerita
Dalam hal ini, guru
memperlihatkan gambar kepada murid, sambil bercerita sesuai dengan gambar
tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan
sebagai pola dasar bahan membaca.
Contoh: Guru
memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis, sambil bercerita,
Ini Adi
Adi duduk di kursi
Ia sedang menulis
surat. dan sterusnya.
Kalimat-kalimat guru
tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan bacaan.
c.
Membaca gambar
Contoh: Guru
memperlihat gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan
kalimat “ini ibu”. Murid melanjutkan membaca gambar tersebut dengan bimbingan
guru.
d.
Membaca gambar
dengan kartu kalimat
Setelah murid dapat
membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar.
Untuk memudahkan pelaksanaanya dapat digunakan media berupa papan selip atau
papan flanel, kartu kalimat, kartu kata, dan kartu gambar. Dengan menggunakan
kartu-kartu dan papan selip atau papan flannel, maka pada saat menguraikan dan
menggabungkan kembali kartu-kartu tersebut akan lebih mudah.
e.
Membuat kalimat
secara struktural (S)
Setelah murid mulai
dapat membaca tulisan di bawah gambar, sedikit demi sedikit gambar dikurangi
sehingga mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar. Dalam kegiatan ini media
yang digunakan adalah kartu-kartu kalimat serta papan selip atau papan flannel.
Dengan dihilangkannya gambar maka yang dibaca murid adalah kalimat:
Misalnya:
ini bola adi
ini bola ali
ini bola tuti
f.
Proses analitik
(A)
Sesudah murid dapat
membaca kalimat, mulailah murid menganalisis kalimat itu menjadi kata, kata
menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf
Misalnya:
ini bola
ini bola
i ni bo la
i n i
b
o l a
g.
Proses sistetik
(S)
Setelah murid mengenal
huruf-huruf dalam kalimat yang diuraikan, huruf-huruf itu dirangkaikan lagi
menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat semula.
Misalnya :
i n i b o l a
i ni bo la
ini bola
ini bola
Secara utuh, proses SAS
tersebut sebagai berikut:
ini bola
ini bola
i ni bo la
i n i
b
o l a
i ni bo la
ini bola
ini bola
F.
Langkah-langkah pembelajaran Membaca Permulaan
dengan Menggunakan Buku
Setelah guru dapat
memastikan diri bahwa murid-muridnya mengenal bentuk-bentuk tulisan dengan baik
melalui pembelajaran membaca tanpa buku, langkah selanjutnya anak-anak mulai
diperkenalkan dengan lambang-lambang tulis yang tercetak di dalam buku. Langkah
awal yang paling penting di dalam pembelajaran MMP dengan buku adalah bagaimana
menarik minat dan perhatian siswa agar mereka tertarik dengan buku (bacaan) dan
mau belajar sendiri yang dilandasi motivasi intrinsik. Kondisi belajar
terpakasa atau dipaksakan harus dihindari.
Ada beberapa alternatif langkah pembelajaran MMP dengan menggunakan
buku. Kegiatan pembeljaran pada fase ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan
awal, yakni pembelajaran MMP tanpa buku. Dengan demikian, diasumsikan anak-anak
tidak berangkat dari kondisi nol. Berikut beberapa alternatif pembelajarannya.
a. Membaca Buku Pelajaran (Buku Paket)
Langkah-langkah
pembelajarannya adalah sebagai berikut ini.
1)
Siswa diberi
buku (paket) yang sama dan diberi kesempatan untuk melihat-lihat isi buku tersebut.
Mereka mungkin membuka-buka dan membolak-balik halaman demi halaman dari buku
tersebut hanya sekedar untuk melihat-lihat gambarnya saja. Oleh karena itu
penting bagi guru untuk mempertimbangkan segi kemenarikan ilustrasi di dalam
memilih buku ajar untuk siswa.
2)
Siswa diberi
penjelasan singkat mengenai buku tersebut: tentang warna, jilid, tulisan/judul
luar, dan sebagainya.
3)
Siswa diberi
penjelasan dan petunjuk tentang bagaimana cara membuka halaman-halaman buku
agar buku tetap terpelihara dan tidak cepat rusak.
4)
Siswa diberi
penjelasan mengenai fungsi dan kegunaan angka-angka yang menunjukkan
halaman-halaman buku.
5)
Siswa diajak
memusatkan perhatian pada salah satu teks/bacaan yang terdapat pada halaman
tertentu.
6)
Jika bacaan itu
disertai gambar, sebaiknya terlebih dahuku guru bercerita tentang gambar
dimaksud.
7)
Selanjutnya,
barulah pelajaran membaca dimulai. Guru dapat mengawali pembelajaran ini dengan
cara yang berbeda-beda.
Pembelajaran membaca
selanjutnya dapat dilakukan seperti contoh-contoh model pembelajaran membaca
tanpa buku. Perbedaannya terletak pada alat ajarnya. Membaca tanpa buku
dilakukan dengan memanfaatkan gambar-gambar, kartu-kartu, dan lain-lain;
sementara membaca dengan menggunakan buku memanfaatkan buku sebagai alat dan
sumber belajar. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran MMP adalah
penerapan prinsip dan hakikat pembelajaran bahasa (bahasa Indonesia). Salah
satu prinsip pengajaran bahasa dimaksud adalah bahwa pembelajaran bahasa harus
dikembalikan kepada fungsi utamanya sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu,
model pembelajaran bahasa harus didaarkan pada pendekatan
komunikatif-integratif. Artinya, di samping mengajarkan membaca, guru harus
pandai menggali potensi anak dalam melakukan aktivitas berbahasanya seperti menyimak,
berbicara, membaca, menulis, dan apresiasi sastra.
a. Membaca Buku dan Majalah Anak yang Sudah Terpilih
Pengenalan terhadap jenis bacaan lain
selain buku ajar sangat membantu anak di dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan
membaca sejak dini. Namun, tentu saja pemilihan buku dan majalah bebas itu
perlu dilakukan guru dengan mempertimbangkan taraf kemampuan siswa, azas
kebermaknaan dan kebermanfaatan, kemenarikan, keterbacaan, dan kemudahan
memperolehnya. Untuk langkah awal, bacaan-bacaan sederhana hendaknya menjadi
pilihan utama. Kosakata yang dipakai dalam bacaan tersebut hendaknya mengandung
huruf-huruf yang sudah dikenal anak, di samping pemakaian kosakata yang juga
dianggap yang sudah dikenal anak.
b. Membaca Bacaan Susunan Bersama Guru-Siswa
Untuk menerapkan model ini, langkah-langkah yang
ditempuh antara lain:
1)
Guru
memperlihatkan beberapa gambar, anak diminta menyebutkan gambar-gambar
tersebut.
2)
Di samping
gambar, guru juga memperlihatkan beberapa kartu (bisa kartu huruf, kartu suku
kata, atau kartu kata). Anak diminta menempelkan kartu-kartu dimaksud di bawah
gambar sehingga gambar-gambar dimaksud menjadi berjudul.
3)
Satu-dua buah
gambar dipilih anak untuk bahan diskusi dan sebagai stimulasi untuk membuat
bacaan bersama. Melalui arahan dan bimbingan guru, misalnya melalui kegiatan
tanya jawab, diharapkan guru dan siswa dapat menyusun bacaan bersama. Pada
kegiatan ini, usahakan mengajak siswa untuk membuat kalimat-kalimat.
Kalimat-kalimat tersebut lalu disusun menjadi bacaan sederhana.
4)
Guru menyajikan
gambar dengan bacaan hasil susunan bersama antara guru-siswa sebagai bahan ajar
membaca permulaan.
c. Membaca Bacaan Susunan Siswa (Kelompok-Perseorangan)
Langkah-langkah yang ditempuh pada kegiatan ini pada
dasarnya hampir sama dengan kegiatan membaca bacaan susunan bersama guru-siswa.
Hanya pada kegiatan ini lebih banyak melibatakan kegiatan siswa. Guru
berkeliling untuk mengontrol dan membimbing siswa dan atau kelompok siswa yang
mengalami kesulitan. Tentu saja, pada kegiatan ini lebih banyak diperlukan alat
bantu, baik gambar-gambar maupun kartu-kartu, atau alat ajar lainnya.
2.6
Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Permulaan
Langkah-langkah kegiatan
menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok, yakni (a) penegenalan huruf,
dan (b) latihan.
a. Pengenalan Huruf
Kegiatan ini
dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembelajaraan membaca permulaan.
Penekanan pembelajaran diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan serta
pelafalannya dengan benar. Fungsi pengenalan ini dimaksudkan untuk melatih
indra siswa dalam mengenal dan membedakan bentuk dan lambang-lambang tulisan.
Mari kita perhatikan salah satu contoh pembelajaran pengenalan bentuk tulisan
untuk murid kelas 1 SD. Misalnya, guru hendak memperkenalkan huruf a, i, dan n.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1)
Guru menunjukkan
gambar seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Kedua gambar anak
tersebut diberi nama “nani” dan “nana”.
2)
Guru
memperkenalkan nama kedua anak itu sambil menunjukkan tulisan “nani” dan “nana”
yang tertera di bawah masing-masing gambar.
3)
Melalui proses
tanya jawab secara berulang-ulang anak diminta menunjukkan mana “nani” dan mana
“nana” sambil diminta menunjukkan bentuk tulisannya.
4)
Selanjutnya,
guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut di papan tulis dan
anak diminta memperhatikannya. Guru hendaknya menulis secara perlahan-lahan dan
anak diminta untuk memperhatikan gerakan-gerakan tangan serta contoh pengucapan
dari bentuk tulisan yang sedang ditulis guru.
5)
Setiap tulisan
itu kemudian dinalisis dan disintesiskan kembali. Perhatikan contoh tulisan
berikut. nani nana na ni na na n a n i n a n i na ni na na nani nana
Demikian seterusnya,
kegiatan ini dilakukan berulang-ulang bersamaan dengan pembelajaran membaca
permulaan. Proses pemberian latihan dilaksanakan dengan mengikuti prinsip dari
yang mudah ke yang sukar, dari latihan sederhana menuju latihan yang kompleks.
Ada beberapa bentuk latihan menulis permulaan yang dapat kita lakukan, antara
lain:
1) Latihan memegang pinsil dan duduk dengan sikap dan
posisi yang benar. Tangan kanan berfungsi untuk menulis, tangan kiri untuk
menekan buku tulis agar tidak mudah bergeser. Pensil diletakkan diantara ibu
jari dan telunjuk. Ujung ibu jari, telunjuk, dan jari tengah menekan pensil
dengan luwes, tidak kaku. Posisi badan ketika duduk hendaknya tegak. Dada tidak
menempel pada meja, jarak mata antara mata dengan buku kira-kira 25-30 cm.
2) Latihan gerakan tangan. Mula-mula melatih gerakan
tangan di udara dengan telunjuk sendiri atau dengan bantuan alat seperti
pinsil, kemudian dilanjutkan dengan latihan dalam buku latihan. Agar kegiatan
ini menarik, sebaiknya disertai dengan kegiatan bercerita, misalnya untuk
melatih membuat garis tegak lurus guru dapat bercerita yang ada kaitannya
dengan pagar, bulatan dengan telur.
3) Latihan mengeblat, yakni menirukan atau menebalkan
suatu tulisan dengan menindas tulisan yang telah ada. Ada beberapa cara
mengeblat yang bisa dilakukan anak, misalnya dengan menggunakan kertas karbon,
kertas tipis, menebalkan tulisan yang sudah ada. Sebelum anak melakukan
kegiatan ini, guru hendaknya memberi contoh cara menulis dengan benar di papan
tulis, kemudian menirukan gerakan tersebut dengan telunjuknya di udara. Setelah
itu, barulah kegiatan mengeblat dimulai. Pengawasan dan pembimbingan harus
dilakukan secara individual sampai seluruh anak memberikan perhatiannya.
4) Latihan menghubung-hubungkan tanda titik-titik yang
membentuk tulisan. Latihan dapat dilakukan dalam buku-buku yang secara khusus
menyajikan latihan semacam ini.
5) Latihan menatap bentuk tulisan. Latihan ini
dimaksudkan untuk melatih koordinasi antara mata, ingatan, dan jemari anak
ketika menulis sehingga anak dapat mengingat bentuk kata atau bentuk huruf
dalam benaknya dan memindahkannya ke jari-jemari tangannya. Dengan demikian,
gambaran kata yang hendak ditulis tergores dalam ingatan dan pikiran siswa pada
saat dia menuliskannya.
6) Latihan menyalin, baik dari buku pelajaran maupun
dari tulisan guru pada papan tulis. Latihan ini hendaknya diberikan setelah
dipastikan bahwa semua anak telah mengenal huruf dengan baik. Ada beragam model
variasi latihan menyalin, di antaranya menyalin tulisan apa adanya sesuai
dengan sumber yang ada, menyalin tulisan dengan cara yang berbeda, misalnya
dari huruf cetak ke huruf tegak bersambung, atau sebliknya dari huruf tegak
bersambung ke huruf cetak.
7) Latihan menulis halus/indah. Latihan dapat dilakukan
dengan menggunakan buku bergaris untuk latihan menulis atau buku kotak.
8) Latihan dikte/imla. Latihan ini dimaksudkan untuk
melatih siswa dalam mengkoordinasikan antara ucapan, pendengaran, ingatan, dan
jari-jarinya ketika menulis, sehingga ucapan seseorang itu dapat didengar,
diingat, dan dipindahkan ke dalam wujud tulisan dengan benar.
9) Latihan melengkapi tulisan (melengkapi huruf, suku
kata, atau kata) yang secara sengaja dihilangkan. Perhatikan contoh berikut.
10) Menuliskan nama-nama benda yang terdapat dalam
gambar.
11) Mengarang sederhana dengan bantuan gambar.
Mohon Bantuannya.. Ada tidak buku yang membahas tetang struktural analitik sintetik (SAS)..
BalasHapusMohon Bantuannya.. Ada tidak buku yang membahas tetang struktural analitik sintetik (SAS)
BalasHapus