Sekolah Dasar

Kamis, 31 Oktober 2013

Metode SAS



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Metode Struktural Analisis Sintesis (SAS)
Metode SAS merupakan singkatan dari “Struktural Analitik Sintetik”. Metode SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran MMP bagi siswa pemula.
Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan dua tahap, yakni menampilkan dan memper-kenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk mem-banguan konsep-konsep “kebermaknaan” pada diri anak. Akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum kegiatan belajar-mengajar (KBM) MMP yang sesungguhnya dimulai, guru dapat melakukan pra-KBM melalui berbagai cara. Sebagai contoh, guru dapat memanfaatkan gambar, benda nyata, tanya jawab in-formal untuk menggali bahasa siswa. Setelah ditemukan suatu struktur kalimat yang dianggap cocok untuk materi MMP dimulai dengan pengenalan struktur kalimat.
Kemudian, melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh dijadikan tonggak dasar untuk pembelajaran membaca permulaan ini diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga sampai pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Dengan demikian, proses penguraian/pengalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS, meliputi:
a.       Kalimat menjadi kata-kata
b.      Kata menjadi suku-suku kata
c.       Suku kata menjadi huruf-huruf.
Metode SAS ini bersumber dari ilmu jiwa Gestalt, suatu aliran dalam ilmu jiwa totalitas yang timbul sebagai reaksi atas ilmu jiwa unsuri. Psikologi Gestalt menganggap segala penginderaan dan kesadaran sebagai suatu keseluruhan. Artinya, keseluruhan lebih tinggi nilainya daripada jumlah bagian masing-masing. Jadi, pengamatan pertama atau penglihatan orang-orang atas sesuatu bersifat menyeluruh atau global.
B.     Landasan Metode SAS
Pengembangan metode SAS dilandasi oleh filsafat strukturalisme, psikologi Gestalt, landasan pedagogik, dan landasan kebahasaan (Subana, tanpa tahun : 178-180)
a.       Landasan Filsafat Strukturalisme
Filsafat strukturalisme merumuskan bahwa segala sesuatu yan ada di dumia merupakan suatu struktur yang terdiri atas berbagai kompomnen yag terorganisasikan secara teratur. Setiap komponen terdiri atas bagian yang kecil, yang satu dan lainnya saling berkaitan. Karena merupakan suatu sistem yang berstruktur, maka bahasa sesuai dengan pandangan dan prinsip strukturalisme.
b.      Landasan Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt merumuskan bahwa menulis adalah mengenal sesuatu di luar dirinya melalui bentuk keseluruhan (totalitas). Penganggapan manusia terhadap sesuatu yang berada di luar dirinya mula-mula secara global, kemudian mengenali bagian-bagiannya, makin sering seseorang mengamati suatu bentuk, makin tampak pula dengan jelas bagian-bagiannya. Penyandaran manusia atas bagian-bagain dari totalitas bentuk itu merupakan proses analisis-sintesis. Jadi, proses analisis-sintesis dalam diri manusia adalah proses yang wajar karena manusia memiliki sifat melek (ingin tahu)
c.       Landasan Pedagogis
Landasan pedagogis meliputi:
1.      Mendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya serta pengalamannya. Artinya, dalam membelajarkan murid, guru harus mampu membimbing siswa untuk mengembangkan kedua potensi itu, khususnya dalam aspek bahasa dan kebahasaan.
2.      Membimbing murid untuk menemukan jawaban dalam memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan prinsip metode SAS yang mengemukakan bahwa mendidik pada dasarnya mengorganisasikan potensi dan pengalaman siswa.
d.      Landasan Linguistik
Secara totalitas, bahasa adalah tuturan dan bukan tulisan. Fungsi bahasa adalah alat komunikasi maka selayaknya bila bahasa itu berbentuk percakapan. Bahasa Indonesia mempunyai struktur tersendiri. Unsur bahasa dalam metode ini adalah kalimat. Karena sebagiain besar penutur bahasa adalah penutur dua bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa Indonesia, penggunaaan metode SAS dalam membaca dan menulis permulaaan sangat tepat digunakan. Pembelajaran yang dianjurkan adalah analisis secara normatif, artinya murid diajak untuk membedakan penggunaan bahasa yang salah dan yang benar, serta membedakan bahasa baku dan bahasa nonbaku.
C.    Kebaikan Metode SAS
Melihat prosesnya, tampaknya metode SAS merupakan campuran dari metode-metode MMP seperti yang telah kita bicarakan di atas. Oleh karena itu, penggunaan metode SAS dalam pengajaran MMP pada sekolah-sekolah kita di tingkat SD pernah dianjurkan, bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh pemerintah.
Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan dari metode ini, di antaranya sebagai berikut.
a.       Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata, kata, dan akhirnya fonem (huruf-huruf).
b.      Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, penga- jaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak.
c.       Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri. Murid mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Dengan begini, murid akan merasa lebih percaya diri atas kemampuannya sendiri, sikap seperti ini akan membantu murid dalam mencapai keberhasilan belajar. 
D.    Prinsip Pengajaran dengan Metode SAS
Ada beberapa prinsip-prinsip dalam pembelajaran menggunakan metode SAS. Prinsip tersebut adalah :
a.       Kalimat adalah unsur bahasa terkecil sehingga pengajaran dengan menggunakan metode ini harus dimulai dengan menampilkan kalimat secara utuh dan lengkap berupa pola-pola kalimat dasar.
b.      Struktur kalimat yang ditampilkan harus menimbulkan konsep yang jelas dalam pikiran/pemikiran murid. Hal ini dapat dilakukan dengan menampilkannya secara berulang-ulang sehingga merangsang murid untuk mengetahui bagian-bagiannya.
c.       Adakan analisis terhadap struktur kalimat tersebut untuk unsur-unsur struktur kalimat yang ditampilakan.
d.      Unsur-unsur yang ditemukan tersebut kemudian dikembalikan pada bentuk semula (sintesis). Pada taraf ini, murid harus mampu menemukan fungsi setiap unsur serta hubungannya satu dan lain sehingga kembali terbentuk unsur semula.
e.       Struktur yang dipelajari hendaknya merupakan pengalaman bahasa murid sehingga mereka mudah memahami serta mampu menggunakannya dalam berbagai situasi.
E.     Langkah-langkah pembelajaran Membaca Permulaan Tanpa Buku
a.       Merekam bahasa murid
Bahasa yang digunakan di dalam percakapan mereka direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bacaan adalah ba-hasa murid sendiri maka murid tidak akan mengalami kesulitan.
b.      Menampilkan gambar sambil bercerita
Dalam hal ini, guru memperlihatkan gambar kepada murid, sambil bercerita sesuai dengan gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan membaca.
Contoh: Guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis, sambil  bercerita,
Ini Adi
Adi duduk di kursi
Ia sedang menulis surat. dan sterusnya.
Kalimat-kalimat guru tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan bacaan.
c.       Membaca gambar
Contoh: Guru memperlihat gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat “ini ibu”. Murid melanjutkan membaca gambar tersebut dengan bimbingan guru.
d.      Membaca gambar dengan kartu kalimat
Setelah murid dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Untuk memudahkan pelaksanaanya dapat digunakan media berupa papan selip atau papan flanel, kartu kalimat, kartu kata, dan kartu gambar. Dengan menggunakan kartu-kartu dan papan selip atau papan flannel, maka pada saat menguraikan dan menggabungkan kembali kartu-kartu tersebut akan lebih mudah.
e.       Membuat kalimat secara struktural (S)
Setelah murid mulai dapat membaca tulisan di bawah gambar, sedikit demi sedikit gambar dikurangi sehingga mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar. Dalam kegiatan ini media yang digunakan adalah kartu-kartu kalimat serta papan selip atau papan flannel. Dengan dihilangkannya gambar maka yang dibaca murid adalah kalimat:
Misalnya:
ini bola adi
ini bola ali
ini bola tuti
f.       Proses analitik (A)
Sesudah murid dapat membaca kalimat, mulailah murid menganalisis kalimat itu menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf
Misalnya:
ini  bola
ini      bola
i    ni        bo    la
i     n    i    b   o   l   a
g.      Proses sistetik (S)
Setelah murid mengenal huruf-huruf dalam kalimat yang diuraikan, huruf-huruf itu dirangkaikan lagi menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat semula.
Misalnya :
i    n    i    b   o   l   a
i   ni     bo   la
ini     bola
ini bola
Secara utuh, proses SAS tersebut sebagai berikut:
ini  bola
ini     bola
i    ni       bo    la
i     n    i    b   o   l   a
i   ni     bo   la
ini     bola
ini bola
F.     Langkah-langkah pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Buku
Setelah guru dapat memastikan diri bahwa murid-muridnya mengenal bentuk-bentuk tulisan dengan baik melalui pembelajaran membaca tanpa buku, langkah selanjutnya anak-anak mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang tulis yang tercetak di dalam buku. Langkah awal yang paling penting di dalam pembelajaran MMP dengan buku adalah bagaimana menarik minat dan perhatian siswa agar mereka tertarik dengan buku (bacaan) dan mau belajar sendiri yang dilandasi motivasi intrinsik. Kondisi belajar terpakasa atau dipaksakan harus dihindari.  Ada beberapa alternatif langkah pembelajaran MMP dengan menggunakan buku. Kegiatan pembeljaran pada fase ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan awal, yakni pembelajaran MMP tanpa buku. Dengan demikian, diasumsikan anak-anak tidak berangkat dari kondisi nol. Berikut beberapa alternatif pembelajarannya.
a.       Membaca Buku Pelajaran (Buku Paket)
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut ini.
1)      Siswa diberi buku (paket) yang sama dan diberi kesempatan untuk melihat-lihat isi buku tersebut. Mereka mungkin membuka-buka dan membolak-balik halaman demi halaman dari buku tersebut hanya sekedar untuk melihat-lihat gambarnya saja. Oleh karena itu penting bagi guru untuk mempertimbangkan segi kemenarikan ilustrasi di dalam memilih buku ajar untuk siswa.
2)      Siswa diberi penjelasan singkat mengenai buku tersebut: tentang warna, jilid, tulisan/judul luar, dan sebagainya.
3)      Siswa diberi penjelasan dan petunjuk tentang bagaimana cara membuka halaman-halaman buku agar buku tetap terpelihara dan tidak cepat rusak.
4)      Siswa diberi penjelasan mengenai fungsi dan kegunaan angka-angka yang menunjukkan halaman-halaman buku.
5)      Siswa diajak memusatkan perhatian pada salah satu teks/bacaan yang terdapat pada halaman tertentu.
6)      Jika bacaan itu disertai gambar, sebaiknya terlebih dahuku guru bercerita tentang gambar dimaksud.
7)      Selanjutnya, barulah pelajaran membaca dimulai. Guru dapat mengawali pembelajaran ini dengan cara yang berbeda-beda.
Pembelajaran membaca selanjutnya dapat dilakukan seperti contoh-contoh model pembelajaran membaca tanpa buku. Perbedaannya terletak pada alat ajarnya. Membaca tanpa buku dilakukan dengan memanfaatkan gambar-gambar, kartu-kartu, dan lain-lain; sementara membaca dengan menggunakan buku memanfaatkan buku sebagai alat dan sumber belajar. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran MMP adalah penerapan prinsip dan hakikat pembelajaran bahasa (bahasa Indonesia). Salah satu prinsip pengajaran bahasa dimaksud adalah bahwa pembelajaran bahasa harus dikembalikan kepada fungsi utamanya sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, model pembelajaran bahasa harus didaarkan pada pendekatan komunikatif-integratif. Artinya, di samping mengajarkan membaca, guru harus pandai menggali potensi anak dalam melakukan aktivitas berbahasanya seperti menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan apresiasi sastra.
a.       Membaca Buku dan Majalah Anak yang Sudah Terpilih
Pengenalan terhadap jenis bacaan lain selain buku ajar sangat membantu anak di dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca sejak dini. Namun, tentu saja pemilihan buku dan majalah bebas itu perlu dilakukan guru dengan mempertimbangkan taraf kemampuan siswa, azas kebermaknaan dan kebermanfaatan, kemenarikan, keterbacaan, dan kemudahan memperolehnya. Untuk langkah awal, bacaan-bacaan sederhana hendaknya menjadi pilihan utama. Kosakata yang dipakai dalam bacaan tersebut hendaknya mengandung huruf-huruf yang sudah dikenal anak, di samping pemakaian kosakata yang juga dianggap yang sudah dikenal anak.
b.      Membaca Bacaan Susunan Bersama Guru-Siswa
Untuk menerapkan model ini, langkah-langkah yang ditempuh antara lain:
1)      Guru memperlihatkan beberapa gambar, anak diminta menyebutkan gambar-gambar tersebut.
2)      Di samping gambar, guru juga memperlihatkan beberapa kartu (bisa kartu huruf, kartu suku kata, atau kartu kata). Anak diminta menempelkan kartu-kartu dimaksud di bawah gambar sehingga gambar-gambar dimaksud menjadi berjudul.
3)      Satu-dua buah gambar dipilih anak untuk bahan diskusi dan sebagai stimulasi untuk membuat bacaan bersama. Melalui arahan dan bimbingan guru, misalnya melalui kegiatan tanya jawab, diharapkan guru dan siswa dapat menyusun bacaan bersama. Pada kegiatan ini, usahakan mengajak siswa untuk membuat kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat tersebut lalu disusun menjadi bacaan sederhana.
4)      Guru menyajikan gambar dengan bacaan hasil susunan bersama antara guru-siswa sebagai bahan ajar membaca permulaan.
c.       Membaca Bacaan Susunan Siswa (Kelompok-Perseorangan)
Langkah-langkah yang ditempuh pada kegiatan ini pada dasarnya hampir sama dengan kegiatan membaca bacaan susunan bersama guru-siswa. Hanya pada kegiatan ini lebih banyak melibatakan kegiatan siswa. Guru berkeliling untuk mengontrol dan membimbing siswa dan atau kelompok siswa yang mengalami kesulitan. Tentu saja, pada kegiatan ini lebih banyak diperlukan alat bantu, baik gambar-gambar maupun kartu-kartu, atau alat ajar lainnya.
2.6 Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Permulaan
Langkah-langkah kegiatan menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok, yakni (a) penegenalan huruf, dan (b) latihan.
a.       Pengenalan Huruf
Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembelajaraan membaca permulaan. Penekanan pembelajaran diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan serta pelafalannya dengan benar. Fungsi pengenalan ini dimaksudkan untuk melatih indra siswa dalam mengenal dan membedakan bentuk dan lambang-lambang tulisan. Mari kita perhatikan salah satu contoh pembelajaran pengenalan bentuk tulisan untuk murid kelas 1 SD. Misalnya, guru hendak memperkenalkan huruf a, i, dan n. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1)      Guru menunjukkan gambar seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Kedua gambar anak tersebut diberi nama “nani” dan “nana”.
2)      Guru memperkenalkan nama kedua anak itu sambil menunjukkan tulisan “nani” dan “nana” yang tertera di bawah masing-masing gambar.
3)      Melalui proses tanya jawab secara berulang-ulang anak diminta menunjukkan mana “nani” dan mana “nana” sambil diminta menunjukkan bentuk tulisannya.
4)      Selanjutnya, guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut di papan tulis dan anak diminta memperhatikannya. Guru hendaknya menulis secara perlahan-lahan dan anak diminta untuk memperhatikan gerakan-gerakan tangan serta contoh pengucapan dari bentuk tulisan yang sedang ditulis guru.
5)      Setiap tulisan itu kemudian dinalisis dan disintesiskan kembali. Perhatikan contoh tulisan berikut. nani nana na ni na na n a n i n a n i na ni na na nani nana
Demikian seterusnya, kegiatan ini dilakukan berulang-ulang bersamaan dengan pembelajaran membaca permulaan. Proses pemberian latihan dilaksanakan dengan mengikuti prinsip dari yang mudah ke yang sukar, dari latihan sederhana menuju latihan yang kompleks. Ada beberapa bentuk latihan menulis permulaan yang dapat kita lakukan, antara lain:
1)      Latihan memegang pinsil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar. Tangan kanan berfungsi untuk menulis, tangan kiri untuk menekan buku tulis agar tidak mudah bergeser. Pensil diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk. Ujung ibu jari, telunjuk, dan jari tengah menekan pensil dengan luwes, tidak kaku. Posisi badan ketika duduk hendaknya tegak. Dada tidak menempel pada meja, jarak mata antara mata dengan buku kira-kira 25-30 cm.
2)      Latihan gerakan tangan. Mula-mula melatih gerakan tangan di udara dengan telunjuk sendiri atau dengan bantuan alat seperti pinsil, kemudian dilanjutkan dengan latihan dalam buku latihan. Agar kegiatan ini menarik, sebaiknya disertai dengan kegiatan bercerita, misalnya untuk melatih membuat garis tegak lurus guru dapat bercerita yang ada kaitannya dengan pagar, bulatan dengan telur.
3)      Latihan mengeblat, yakni menirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan yang telah ada. Ada beberapa cara mengeblat yang bisa dilakukan anak, misalnya dengan menggunakan kertas karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan yang sudah ada. Sebelum anak melakukan kegiatan ini, guru hendaknya memberi contoh cara menulis dengan benar di papan tulis, kemudian menirukan gerakan tersebut dengan telunjuknya di udara. Setelah itu, barulah kegiatan mengeblat dimulai. Pengawasan dan pembimbingan harus dilakukan secara individual sampai seluruh anak memberikan perhatiannya.
4)      Latihan menghubung-hubungkan tanda titik-titik yang membentuk tulisan. Latihan dapat dilakukan dalam buku-buku yang secara khusus menyajikan latihan semacam ini.
5)      Latihan menatap bentuk tulisan. Latihan ini dimaksudkan untuk melatih koordinasi antara mata, ingatan, dan jemari anak ketika menulis sehingga anak dapat mengingat bentuk kata atau bentuk huruf dalam benaknya dan memindahkannya ke jari-jemari tangannya. Dengan demikian, gambaran kata yang hendak ditulis tergores dalam ingatan dan pikiran siswa pada saat dia menuliskannya.
6)      Latihan menyalin, baik dari buku pelajaran maupun dari tulisan guru pada papan tulis. Latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan bahwa semua anak telah mengenal huruf dengan baik. Ada beragam model variasi latihan menyalin, di antaranya menyalin tulisan apa adanya sesuai dengan sumber yang ada, menyalin tulisan dengan cara yang berbeda, misalnya dari huruf cetak ke huruf tegak bersambung, atau sebliknya dari huruf tegak bersambung ke huruf cetak.
7)      Latihan menulis halus/indah. Latihan dapat dilakukan dengan menggunakan buku bergaris untuk latihan menulis atau buku kotak.
8)      Latihan dikte/imla. Latihan ini dimaksudkan untuk melatih siswa dalam mengkoordinasikan antara ucapan, pendengaran, ingatan, dan jari-jarinya ketika menulis, sehingga ucapan seseorang itu dapat didengar, diingat, dan dipindahkan ke dalam wujud tulisan dengan benar.
9)      Latihan melengkapi tulisan (melengkapi huruf, suku kata, atau kata) yang secara sengaja dihilangkan. Perhatikan contoh berikut.
10)  Menuliskan nama-nama benda yang terdapat dalam gambar.
11)  Mengarang sederhana dengan bantuan gambar.

2 komentar:

  1. Mohon Bantuannya.. Ada tidak buku yang membahas tetang struktural analitik sintetik (SAS)..

    BalasHapus
  2. Mohon Bantuannya.. Ada tidak buku yang membahas tetang struktural analitik sintetik (SAS)

    BalasHapus