Sekolah Dasar

Kamis, 31 Oktober 2013

Makalah Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa
a.       Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memeroleh bahasa pertamanya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia mempelajari bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Namun, banyak juga yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua seperti Nurhadi dan Roekhan (1990 dalam Chaer 2003:167).
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan untuk memahami tuturan dari orang lain. Jika dikaitkan dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa baik berupa pemahaman ataupun pengungkapan secara alami tanpa melalui kegiatan pembelajaran secara formal (Tarigan dkk, 1998).Selain pendapat tersebut Kiparsky dan Tarigan (1988) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua hingga dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemerolehan bahasa:
a)      Berlangsung dalam situasi informal, anak-anak belajar tanpa beban dan berlangsung di luar sekolah
b)      Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus
c)      Dilakukan tanpa sadar atau secara spontan
d)     Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak
Pemerolehan bahasa erat hubungannya dengan perkembangan sosial anak. Bahasa memudahkan anak-anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-benar dapat diterima secara sosial.
b.      Perkembangan Bahasa Anak
Tahapan perkembangan bahasa anak dapat dibagi atas :
a)      Tahap pralingustik
b)      Tahap satu-kata
c)      Tahap dua-kata, dan
d)     Tahap banyak kata.

a)      Tahap Pralingustik (0-12 bulan)
Pada tahap ini bayi mulai memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu tahun. Namun bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan belum bermakna. Bunyi-bunyi itu berupa vocal atau konsonan tertentu tetapi tidak mengacu pada kata atau makna tertentu biasanya hanya berupa tangisan. Bayi yang berusia 4 sampai 7 bulan biasanya sudah mulai  menghasilkan banyak suara baru yang menyebabkan masa ini disebut masa ekspansi (Dworetzky,1990). Suara-suara baru itu meliputi bisikan,menggeram, dan memekik. Setelah memasuki usia 7 sampai 12 bulan ocean bayi meningkat pesat.sebagian bayi mulai mengucapkan suku kata dan menggandakan rangkaian kata seperti “dadada” atau “mamama”.



b)      Tahap Satu-Kata (12 sampai 18 bulan)
Pada tahap ini anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan artinya. Satu-kata mewakili satu lebih frase atau kalimat.
Contoh :
Ujaran kata                                                      Maksud                                              
1. “  Juju!“ (sambil memegang baju )              Mau memakai baju atau Ini baju saya
2. “ Gi! “ (sambil menunjuk keluar )               Mau pergi atau keluar
3.“ Bum-bum” (sambil menunjuk motor)        Itu motor atau saya mau naik motor
c)      Tahap Dua-Kata (18 sampai 24 bulan)
Pada tahap ini anak sudah mulai mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika masih dalam tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tampa kata petunjuk, kata depan, atu bentuk-bentuk lain yang seharusnya digunakan.
Contoh : “Ma, pelgi”, maksudnya “mama, saya mau pergi”

d)     Tahap banyak-kata (3 sampai 5 tahun)
Pada usia 3 sampai 4 tahun tuturan anak sudah mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata tetapi tiga atau lebih. Pada umur 5 sampai 6 tahun bahasa anak sudah menyerupai bahasa orang dewasa. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.

B.     Pemerolehan Bahasa Pertama

Bahasa pertama seringkali disebut dengan bahasa ibu. Penggunaan istilah bahasa ibu perlu mendapatkan koreksi karena dalam hal ini terdapat berbagai kasus yang pada akhirnya menggugurkan istilah bahasa ibu. Kasus yang sering terjadi yaitu di berbagai kota besar yang multilingual seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dsb. Bahasa ibu bukanlah bahasa apa yang digunakan atau dikuasai oleh si ibu sejak lahir. Di Jakarta banyak pasangan suami-istri yang memilki bahasa daerah yang berbada-beda, tapi si anak sudah tidak diajarkan lagi bahasa daerah (bahasa si ayah atau ibu), namun si anak sudah mulai diajarkan bahasa Indonesia. dengan demikian bahasa ibu atau bahasa pertama si anak adalah bahasa Indonesia, dan bukan bahasa yang digunakan oleh ibu bapaknya. Jadi, sebenarnya penggunaan bahasa pertama akan lebih tepat daripada penggunaan bahasa ibu.
Gelombang penelitian dalam pemerolehan bahasa anak-anak ini mendorong para guru bahasa dan pendidik untuk mempelajari beberapa temuan umum demi membuat perbandingan antara pemerolehan bahasa pertama dan kedua (Brown, 2007: 26).
Dalam hal ini, akan dipaparkan beberapa pendekatan yang menunjang pemerolehan bahasa pertama, yaitu pendekatan bahavioristik, Nativis, dan Fungsional.
1.      Pendekatan Behavioristik
Menurut Brown (2007: 28), bahasa adalah bagian fundamental dari keseluruhan perilaku manusia, dan para psikolog behavioristik menelitinya dalam kerangka itu dan berusaha merumuskan teori-teori konsisten tentang pemerolehan bahasa pertama. Kemampuan setiap penutur terhadap B1 (Bahasa Pertama) dan B2 (Bahasa Kedua) sangat bervariasi. Ada penutur yang menguasai B1 dan B2 sama baiknya, tetapi ada pula yang tidak. Pendekatan behavioristik terfokus pada aspek-aspek yang dapat ditangkap langsung dari perilaku linguistik dan berbagai hubungan atau kaitan antara respon-respon itu dan peristiwa-peristiwa  di dunia sekeliling mereka. Seorang behavioris memandang perilaku bahasa yang efektik sebagai wujud tanggapan yang tepat terhadap stimuli. Jika sebuah respon tertentu dirangsang berulang-ulang, maka bisa menjadi sebuah kebiasaan, atau terkondisikan.
Begitu juga jika dikaitakan dalam memperlajari bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Jika orangtua sama-sama bertutur bahasa Indonesia, begitu juga dengan teman-temannya, dan penyampaian bahasa Indonesia dalam sekolah. Maka, akan semakin terbiasa si anak tersebut sehingga dalam mempelajari bahasa Indonesia akan terkondisikan secara sendirinya.

2.      Pendekatan Nativis
Istilah ini hadir, karena diambil dari pernyataan dasar bahwa pemerolehan bahasa sudah ditentukan dari sananya, bahwa kita lahir dengan kapasitas genetik yang memengaruhi kemampuan kita memahami bahasa di sekitar kita, yang hasilnya adalah sebuah konstruksi sistem bahasa yang tertanam dalam diri kita (Brown, 2007: 30).Teori ini juga mendapat dukungan dari tokoh linguistik terkenal, yaitu Noam Chomsky dengan alirannya transformasional. Menurut Soeparno (2002: 53), aliran transformasional merupakan reaksi dari paham strukturalisme. Karena konsep strukturalisme mensyaratkan bahwa bahasa sebagai faktor kebiasaan (habit) seperti halnya dalam pendekatan behavioristik di atas.
Dalam pandangan Chomsky, dalam otak manusia terdapat sebuah perangkat pemerolehan bahasa atau LAD (Language Acquisition Device). Mc Neill (dalam Brown, 2007: 31), memaparkan bahwa terdapat empat perlengkapan linguistik dalam LAD tersebut, yaitu kemampuan membedakan bunyi wicara dari bunyi-bunyi lain di lingkungan sekitar; kemampuan menata data linguistik ke dalam berbagai kelas yang bisa disempurnakan kemudian; pengetahuan bahwa hanya jenis sistem linguistik  tertentu yang mungkin sedangkan yang lain tidak; dan yang terakhir, kemampuan untuk terus mengevaluasi sistem linguistik yang berkembang untuk membangun kemungkinan sistem paling sederhana berdasarkan masukan linguistik yang tersedia.Berpegang pada LAD tersebut, para peneliti mulai berasumsi bahwa manusia secara genetik dilengkapi kemampuan yang memungkinkan mereka menguasai bahasa dengan mengajukan sebuah sistem kaidah bahasa universal.

3.       Pendekatan Fungsional
Pendekatan terakhir ini menekankan bahwa kaidah-kaidah yang ditawarkan oleh kaum nativis adalah abstrak, formal, eksplisit, dan sangat logis, tetapi baru bersentuhan dengan bentuk-bentuk bahasa dan tidak menghiraukan makna. Makna di sini merupakan tataran fungsional yang lebih mendalam yang terbangun dari interaksi sosial. Contoh bentuk dalam bahasa yaitu mulai dari fonem sampai dengan kalimat  serta kaidah-kaidah yang mengaturnya.
Dalam hal ini, pendekatan ini lebih mengutamakan bahwa bahasa tersebut haruslah dikaitkan dengan konteks sosial yang bersifat pragmatis yang penuh dengan bentuk-bentuk. Seorang anak yang keseharian dirumah dan lingkungannnya menggunakan bahasa Indonesia, tentu akan memilki kemungkinan lebih berhasil dalam pelajaran Bahasa Indonesia daripada anak yang tinggal dalam keluarga dan lingkungan yang masyarakat yang tidak menggunakan bahasa Indonesia (Chaer dan Agustina, 2010: 205).

a.       Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama
Dalam pengamatan umum, anak-anak adalah peniru yang baik. Segala sesuatu yang ia dilakukan adalah tiruan dari orang-orang di sekitarnya, senantiasa ia cermati dan kemudian akan ditirukan sama seperti apa yang dilihatnya. Begitu juga dengan bahasa, jika di dalam rumah menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari, maka tidak heran si anak akan mudah meniru apa yang dikatakan oleh anggota keluarganya. Kita lihat saja di dalam kota-kota besar seperti Jakarta, anak-anak menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama di samping orangtua mereka telah memilki bahasa pertama masing-masing.
Menurut Brown (2007: 47), tahap-tahap paling dini pemerolehan bahasa anak-anak memunculkan banyak sekali peniruan karena bayi mungkin tidak menguasai kategori-kategori semantik untuk memaknai ujaran. Namun, mereka memiliki rasa perhatian terhadap orang-orang di sekitar mereka, jadi mau tidak mau akan menirukan ujaran orangtuanya.
Proses belajar-mengajar bahasa di dalam kelas secara berturut-turut akan dijumpai 1) murid; 2) guru; 3) bahan pelajaran; dan 4) tujuan pengajaran. Keempat variabel tersebut memiliki hubungan fungsional dalam proses belajar-mengajar bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia. variabel-variabel tersebut menentukan keberhasilan belajar berbahasa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama yaitu, ketika memang lingkungan tempat tinggal dan masyarakatnya menggunakan bahasa Indonesia. Tidak lain pada saat di sekolahan, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa serta upaya pelestarian dari bahasa nasional selayaknya harus dijunjung tinggi dan tidak ada rasa bosan apalagi jenuh dalam mempelajari bahasa Indonesia.Dalam masyarakat yang multilingual, multirasial, dan multikultural, maka faktor kebahasaan, kebudayaan, sosial, dan etnis juga merupakan variabel yang dapat memengaruhi keberhasilan pengajaran bahasa Indonesia (Chaer dan Agustina, 2010: 205). Contohnya, ketika ada siswa yang keseharian di rumah dan lingkungannnya menggunakan bahasa Indonesia, tentu akan memilki kemungkinan untuk lebih berhasil dalam pelajaran Bahasa Indonesia daripada anak yang tinggal dalam keluarga dan lingkungan masyarakatnya tidak menggunakan bahasa Indonesia.
C.     Pemerolehan Bahasa Kedua
Menurut Chaer dan Agustina (2010: 215), dalam masyarakat multilingual tentu akan ada pengajaran bahasa kedua (dan mungkin ketiga). Bahkan bahasa kedua ini bisa bahasa nasional, bahasa resmi negara, bahasa resmi kedaerahan, atau juga bahasa asing (bukan bahasa asli penduduk asli pribumi). Di Indonesia pada umumnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua (yang secara politis juga berstatus sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan).
a.       Faktor-Faktor Penentu dalam Pembelajaran Bahasa Kedua
Dari berbagai hipotesis yang berkembang, dapat ditentukan beberapa faktor yang dapat menentukan keberhasilan bahasa kedua, yaitu faktor motivasi, usia, penyajian formal, bahasa pertama, serta lingkungan.
a)      Faktor Motivasi
Terdapat asumsi bahwa jika kita mau belajar suatu bahasa kedua, maka yang diperlukan adalah adanya dorongan, keinginan, atau tujuan yang hendak dicapai. Ini akan berbeda jika dibandingkan dengan orang yang tanpa lindasi dorongan, keinginan, serta tujuan atau motivasi. Menurut KBBI (2008), motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Jadi, pada dasarnya motivasi dalam pembelajaran bahasa berupa dorongan yang datang dari dalam diri pembelajar yang menyebabkan ia memilki keinginan yang kuat untuk mempelajari bahasa kedua.
Menurut Gardner dan Lambert (dalam Chaer: 2009: 251), motivasi memiliki dua fungsi yaitu, fungsi integratif dan instrumental. Fungsi integratif yaitu jika motivasi tersebut mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa tersebut. Sedangkan, motivasi berfungsi instrumental adalah jika motivasi tersebut mendorong sesorang memilki kemauan untuk mempelajari bahasa kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau karena dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial pada masyarakat bahasa tersebut.

b)       Faktor Usia
Terdapat anggapan bahwa dalam mempelajari bahasa kedua, anak-anak lebih baik dan berhasil dari pada orang dewasa (jika dimulai dari sama-sama  nol). Ini membuktikan bahwa ternyata selain faktor motivasi, ternyata faktor usia juga ikut andil dalam keberhasilan mempelajari bahasa kedua. Anak-anak sepertinya lebih mudah untuk cepat memahami, sedangkan orang dewasa tampaknya lebih kesulitan dalam memperoleh tingkat kemahiran bahasa kedua.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli (Chaer, 2009: 253), memperoleh kesimpulan bahwa faktor umur (usia) yang tidak dipisahkan dengan faktor lain, adalah faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan umur memengaruhi kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis, tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya.

c)       Faktor Penyajian Formal
Seperti dalam pembahasan sebelumnya, bahwa dalam tipe pembelajaran bahasa terdapat dua jenis, yaitu secara naturalistik dan formal di dalam kelas. Dalam hal ini, faktor formal dalam pendidikan di sekolah akan sangat berpengaruh dalam hal pembelajaran bahasa kedua. Bahasa kedua bisa diorientasikan ke dalam bahasa Indonesia, bisa juga bahasa asing (jika bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama). Tipe ini berlangsung secara formal, artinya segala sesuatunya sudah dipersiapkan secara lebih baik. Dengan adanya guru, materi yang terorganisir, kurikulum, metode, media belajar, dsb.
Faktor ini memiliki pengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan dalam memperoleh bahasa kedua karena berbagai faktor dan variabel telah dipersiapkan dan diadakan secara sengaja sehingga tujuan akan cepat terpenuhi. Menurut Rofi’udin (dalam Chaer: 2009: 256), menyatakan bahwa interaksi kelas merupakan bagian dari pembelajaran bahasa kedua secara formal dapat memberikan pengaruh terhadap kecepatan pemerolehan bahasa kedua. Interaksi kelas, selain itu juga dapat mendukung proses penyerapan input menjadi intake.

D.    Ragam Pemerolehan Bahasa Anak
Ragam atau jenis pemerolehan bahasa anak menurut Tarigan (1988) dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, antara lain :
a.       Berdasarkan bentuk,
b.      Berdasarkan urutan,
c.       Berdasarkan jumlah,
d.      Berdasarkan media,
e.       Berdasarkan keaslian.

Berdasarkan dari segi bentuk, dikenal ragam :
a)      Pemerolehan bahasa pertama
b)      Pemerolehan bahasa kedua
c)      Pemerolehan ulang

Ditinjau dari segi urutan, dikenal ragam :
a)      Pemerolehan bahasa pertama
b)      Pemerolehan bahasa kedua

Ditinjau dari segi jumlah, dikenal ragam :
a)      Pemerolehan satu bahasa
b)      Pemerolehan dua bahasa

Ditinjau dari segi media, dikenal ragam :
a)      Pemerolehan bahasa lisan
b)      Pemerolehan bahasa tulis

Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan, dikenal ragam :
a)      Pemerolehan bahasa asli
b)      Pemerolehan bahasa asing

E.     Faktor-faktor yang mempengaruhi  pemerolehan bahasa anak
a.    Faktor biologis
b.   Faktor lingkungan social
c.    Faktor intelegensi; dan
d.   Faktor motivasi (Tarigan dkk., 1998)
Menurut Ellies dkk. (1989) mengemukakan bahwa anak belajar berbicara sesuai dengan kebutuhannya. Sekiranya ia dapat memperoleh apa yang diinginkannya tanpa bersusah payah untuk memintanya, maka ia tidak merasa perlu untuk berusaha belajar berbahasa. Jadi pada mulanya motif anak belajar bahasa ialah agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, keinginan-keinginannya, dan menguasai lingkungannya sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
Dengan demikian kebutuhan utama anak sehingga belajar berbahasa ialah:
a.       Keinginan untuk memperoleh informasi tentang lingkungannya,  kemudian mengenal dirinya sendiri dan kawan-kawannya;
b.      Member perintah dan menyatakan kemauan;
c.       Pergaulan social dengan orang lain; dan
d.      Menyatakan pendapat dan ide-idenya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar